Kamis, 29 Agustus 2019

PENGANTIN SATU MALAM YANG DIMANDIKAN MALAIKAT

Inilah saat yang dinantikan. Malam pertama sempurna bagi sang pemuda. Bersama wanita yang baru dinikahinya. Berdua mereka memadu kasih. Di malam indah itu. Mereguk manisnya cinta. Seperti tak ingin pagi datang menjelang. Tapi, mendadak ada seruan. "Hayya 'alal jihad... hayya 'alal jihaaaaad". Itu panggilan jihad. Kesempatan yang juga telah lama dinantikannya. Dengan penuh harap. Handzalah, nama pemuda itu, langsung lompat meninggalkan ranjang pengantin. Padahal di sana ada Jamilah, istri yang siap memberinya sejuta kenikmatan. Cinta besarnya pada Allah, telah mengalahkan cinta kecilnya pada istri terkasih. Setelah mengenakan baju perang yang telah lama disiapkannya, Handzalah langsung bergabung barisan tempur kaum muslimin. Siap menghadang pasukan Kafir Qurays yang datang menyerang Madinah. Menuntut balas atas kekalahan mereka dalam Perang Badar sebelumnya. Peperangan sengit tak terelakkan terjadi di Uhud. Karena jitunya strategi Rasulullah sebagai komandan perang, pasukan kafir yang jumlahnya lebih besar itu pun dibuat kocar-kacir. Tapi, kemenangan yang sudah di depan mata itu buyar seketika akibat ketidakpatuhan pasukan pemanah pada perintah sang komandan (selanjutnya baca catatan ke-5: Kemaksiatan Pangkal Kekalahan). Adapun Handzalah, tetap bertarung dengan garang. Dia hanya menghindari agar jangan sampai berduel dengan ayahnya sendiri, Abu Amir, yang berdiri di barisan kafir, demi menghargai jasa sang ayah. Handzalah mengincar Abu Shufyan, pemimpin utama pasukan kafir Qurays. Menurutnya, jika pemimpinnya bisa dikalahkan, itu akan melemahkan kekuatan pasukan musuh. Kaki kuda Abu Shufyan telah patah diterjang pedang Handzalah. Tinggal sekali tebas, pemimpin kafir yang sudah jatuh tersungkur itu bakal binasa. Tapi, mendadak muncul Syaddad bin Aus (yang saat itu masih kafir) dari arah belakang. Dia menghunjamkan senjatanya ke punggung Handzalah. Sang pengantin satu malam itupun syahid seketika. Usai kekalahan perang Uhud itu, para sahabat mengumpulkan jasad syuhada untuk dimakamkan. Tapi, tidak ada Handzalah. Jasad sang pemuda baru ditemukan di tempat yang agak tinggi. Yang aneh, dari tubuhnya masih menetes air. Tanah di situ pun basah. Sahabat ditugasi Nabi menggali informasi apa yang sebelumnya dilakukan Handzalah. Dari sang istri didapatkan jawaban, bahwa saat mendengar seruan jihad itu Handzalah langsung meninggalkan ranjang pengantinnya dengan masih dalam keadaan junub. Nabi menjelaskan, itulah penyebab para malaikat memandikan jenazahnya. Handzalah pun dijuluki Ghasilul Malaikat (lelaki yang dimandikan malaikat). *** Kisah ini kembali terngiang-ngiang di telinga, ketika saya mengikuti tour KBIH Semen Indonesia ke Jabal Uhud pada hari ketiga di Madinah (29/9). Ada 70 syuhada di pemakaman Uhud. Kaum muslimin yang tengah menjalankan ibadah haji atau umrah dianjurkan berziyarah ke makam syuhada ini. Sebab, seperti disabdakan Nabi, para sahabat itu laksana bintang-bintang; kepada siapa saja kita mengikutinya, bakalan mendapat petunjuk. Kepada Handzalah, kita pantas iri dan malu. Pemuda ini menyambut seruan Rabb-nya dengan bergegas. Tanpa berpikir panjang. Tidak ditimbang untung atau rugi, berat atau ringan, senang atau susah. Semua yang datang dari Allah langsung dipatuhi Handzalah. Itulah yang namanya taat tanpa syarat. Sementara kita, sayang sekali, belum sampai pada level itu. Masih sangat jauh. Karena kita sering menawar atau menimbang lebih dulu. Jika sesuatu terlihat menguntungkan maka kita akan melakukannya. Sebaliknya jika berpotensi merugikan, maka kita menjauhi atau menolaknya. Astaghfirullah. Madinah, 29 September 2019
Lokasi: Madinah Arab Saudi

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda